Slawi, diswaypekalongan.id – Bagi warga Talang dan sekitarnya pasti sudah tidak asing lagi dengan Brug Abang Pesayangan. Tapi tahukah kamu ternyata dulunya di tempat ini memiliki sejarah kelam?
Jika kamu belum tahu mengenai sejarah Brug Abang Pesayangan, maka mari kita sama-sama membahas di dalam artikel ini. Tentunya supaya menambah wawasan dan mengetahui sejarah di masa lalu.
Brug Abang Pesayangan merupakan jembatan yang membentang diatas Sungai Kaligung, yang berlokasi di Desa Pesayangan,Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal.
Menurut Bahasa Tegal, Brug Abang berasal dari kata Brug yang berarti Jembatan dan Abang yang artinya merah.
Tiga bulan setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, pernah terjadi pemberontakan yang dinamai Gerakan Tiga Daerah atau Revolusi Kutil.
Pemberontakan ini didasari oleh rasa kecewa terhadap pangreh desa yang dianggap sebagai antek penjajah karena dipercaya untuk menjabat setelah Kemerdekaan RI.
Peristiwa ini terjadi di sepanjang Jalan Raya Pesayangan – Talang. Ceceran amis darah menyebar sepanjang jalan dari Brug Abang hingga Bendungan Ekoproyo Pesayangan.
Kutil atau yang memiliki nama asli Sakhyani memulai operasi gerakannya dari sekitaran Kecamatan Talang kemudian meluas hingga di daerah Tegal dan sekitarnya.
Kisah kutil melegenda di daerah Tegal. Saat kecil, dia sempat bersekolah sampai kelas dua Sekolah Rakyat. Kutil bekerja sebagai tukang cukur dan menjadi ketua dari Persatuan Tukang Gunting Republik Indonesia (PERTUGRI) pada masa itu.
Pemimpin gerakan Peristiwa Tiga Daerah itu asalnya warga Desa Taman, Kabupaten Pemalang. Nama asli yang tercatat di Kartu Tanda Penduduk, yaitu Sakyani. Julukan atau sebutan Kutil karena di wajahnya terdapat bintik-bintik hitam.
Sasaran Gerakan Kutil :Pencuri, Pejabat dan Belanda
Gerakan Kutil memiliki tiga sasaran utama. Pertama, mereka mengincar para pencuri yang akan dieksekusi di Brug Abang Pesayangan.
Lalu yang kedua yakni pejabat pemerintah seperti lurah atau camat menjadi sasaran gerakan. Kemudian sasarannya orang-orang Belanda non militer yang masih menetap dan tinggal di Tegal.
Bahkan keluarga Raden Ajeng Kardinah, adik kandung Raden Ajeng Kartini, menjadi target gerakan ini. Meskipun RA Kardinah selamat karena mengungsi ke Salatiga dan menetap disana sampai akhir hayatnya.
Tragedi di Brug Abang Pesayangan, Eksekusi Masal
Menurut saksi mata peristiwa ini Bapak Soeparno Suwarno, mengatakan dirinya menyaksikan peristiwa berdarah itu bersama kakaknya. Katanya sebelum peristiwa itu terjadi ada pengumuman yang diumumkan jam 12 siang, kemudian pada jam 1 siang mulailah penjemputan paksa orang-orang Belanda di rumah mereka masing-masing, yang kemudian mereka digiring ke lokasi Brug Abang Pesayangan.
Pada jam 2 siang, peristiwa berdarah sudah mulai dilaksanakan, kelompok kutil mengeksekusi orang-orang Belanda satu demi satu. Semua golongan dari tua sampai muda bahkan anak-anak tidak luput dari eksekusi yang dilakukan kelompok kutil.
Beliau juga mengatakan apabila eksekusi sudah dilaksanakan satu persatu, masyarakat harus bersorak gembira.
Setelah eksekusi, darah korban mengalir deras ke sungai dan mengubah warna airnya menjadi merah. Warna merah ini memberi Jembatan Brug Abang namanya, menyiratkan jejak darah yang melibatkan tiga daerah.
Kondisi Brug Abang Pesayangan saat Ini
Untuk saat ini Brug Abang Pesayangan biasa dijadikan tempat kumpul warga sekitar, selain suasananya sejuk juga di sekitar kawasan ini banyak sekali penjaja makanan di samping kanan dan kiri jalan. Apalagi kalau di sore hari banyak yang berburu kuliner di area ini.
Sekarang ini Brug Abang Pesayangan masih difungsikan oleh warga, namun kendaraan besar dilarang melintas. Karena bangunan ini bersejarah dan berusia tua, maka dibangunlah jembatan lagi tepat di sebelah selatan.
Demikian pembahasan mengenai sejarah kelam Brug Abang Pesayangan. Semoga bermanfaat.