Slawi, diswaypekalongan.id – Desa Pagiyanten merupakan salah satu desa di Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal. Di desa ini terkenal dengan Candi Suro Pagiyanten yang biasanya saat malam Jumat Kliwon tiba dipadati oleh pengunjung dari berbagai daerah untuk “nyepi” (berkhalwat).
Acara nyepi itu dijalani dengan melakukan ritual zikir dengan harapan agar mendapatkan “petunjuk” perihal keberuntungan seseorang di masa depan.
Meskipun disebut Candi Suro Pagiyanten, namun sebenarnya bangunan tersebut adalah sebuah Makam Suroponolawen.
Candi Suro Pagiyanten atau biasa disebut Malam Suroponolawen ini merupakan situs peninggalan bersejarah dari abad 14. Selain itu dipercaya sebagai jejak kedatangan Islam pertama kalinya masuk ke wilayah Tegal.
Saat kita memasuki ke komplek Candi Suro Pagiyanten yang memiliki luas sekitar 20 x 20 meter dan dikelilingi dengan pagar dari batu yang tingginya sekitar 1,2 meter. Pada area pemakamannya sendiri terbentuk dari beberapa sekat yang memiliki pintu masuk untuk setiap makamnya.
Di dalamnya terdapat area atau sekat-sekat tersebut terdiri dari area yang merupakan selasar depan bangunan utama dan merupakan tanah lapang yang ditumbuhi banyak pepohonan.
Di area ini ada bangunan yang tampak kurang terawat dan digunakan untuk menyimpan perlengkapan ziarah, seperti tikar dari pandan, kayu-kayu, dan lain sebagainya.
lain sebagainya.
Kemudian ada area lahan kosong yang berisi jalan setapak dan beberapa pepohonan peneduh dan sering menjadi tempat petugas makam berjaga.
Lalu ada area makam warga sekitar yang juga banyak pepohonan besar cukup rindang. Dan terakhir merupakan area utama Makam Mbah Suro atau Suroponolawen.
Pada komplek utama Makam Suro ini terdiri dari satu bangunan utama yang dindingnya terbuat dari batu bata dan lantai atau pondasinya terbuat dari batu kali.
Di dalam bagunan utama ini terdapat sebuah makam sederhana dengan dua buah nisan dari batu.
Batas makam hanya dikelilingi dengan beberapa potong kayu. Makam tersebut ditutup dengan kelambu sederhana.
Penduduk sekitar mengenalnya dengan makam Mbah Suro/Suroponolawen/Sayid Sarif Abdurrohman seorang dari Baghdad, Irak yang datang sekitar tahun 1400 M (abad ke-14) dengan tujuan utama untuk menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Jejak Sejarah Masuknya Islam
Menurut Ustad Abdul Khaq sang juru kunci Candi Suro Pagiyanten, Sayid Syarif Abdurachman setiap hari menyebarkan agama Islam di lingkungan sekitar sehingga syiar agama Islam kemudian semakin luas dan melebar di wilayah itu.
Adiknya, Sayid Syarif Abdurrochim menyusul tak lama kemudian, lalu mereka berdua mendirikan Tajug (Sunda, yang artinya mushola) bersama warga sekitar di tempat itu. Para warga sekitar bergabung menjadi santrinya.
Mereka berdua setiap hari tetap melakukan syiar Islam ke luar daerah yang dibantu oleh para santri. Persebaran agama Islam ke segenap penjuru sekitarnya hingga mencapai persebaran yang luas dan merata, sebagaimana disyaratkan oleh semua penyebar agama Islam pada wilayah yang semula belum menerima syiar agama.
Makam ini selalu ramai diziarahi warga pada hari Jum’at Kliwon Penelitis Wage, dan tanggal 6 hingga 12 bulan Maulud.
Namun lebih tepatnya tanggal 6, 7 dan 8 bulan Maulud lebih ramai lagi karena untuk memperingati bulan Maulid Nabi dan juga tanggal 8 merupakan tanggal wafatnya Mbah Suro dan penyucian benda-benda peninggalan Mbah Suro seperti piring panjang, cangkir (banyak yang sudah pecah) tenong perunggu, wayang kayu, dan lain sebagainya.
Demikian pembahasan mengenai sejarah Candi Suro Pagiyanten. Semoga bermanfaat.