Tegal, diswaypekalongan.id – Bagi warga Tegal dan sekitarnya pasti sudah tidak asing lagi dengan tiga tugu shuttlecock di Tegal. Ternyata bangunan itu sudah ada sejak dari dulu dan masih berdiri kokoh hingga saat ini.
Tiga tugu shuttlecock di Tegal ini memiliki brand masing-masing, yaitu pabrik-pabrik shuttlecock yang tersohor di Kota Tegal yaitu Garuda Mas, Sinar Mutiara dan Gadjah Mada.
Untuk posisinya, tugu pertama ada di perbatasan di sisi Jalan Pantura sisi timur perbatasan Kota dan Kabupaten Tegal. Tugu kedua berdiri di Jalan Wahidin Sudirohusodo dan terakhir berada di perempatan Kejambon atau depan Rumah Sakit Kardinah.
Adanya tiga tugu shuttlecock di Tegal ini menandakan adanya industri yang banyak ditemukan di wilayah Tegal adalah sentra pengrajin shuttlecock.
Menurut sejarah, Tegal pernah berjaya industri shuttlecock atau kok pada era 1970-1980 an. Bukan hanya di lingkup nasional, bahkan pernah menjadi referensi kejuaraan badminton internasional.
Selain industri logam dan teh, industri shuttlecock juga masuk ke dalam industri besar dan berpengaruh di Tegal. Tiga industri itulah yang dulu menyokong julukan Tegal Jepangnya Indonesia.
Kejayaan industri itulah dibuktikan dengan berdirinya tiga tugu shuttlecock di Tegal.
Salah satu pabrik kok terbesar di Tegal adalah Garuda Shuttlecock yang beralamat di Jalan Serayu, Kota Tegal. Untuk yang kedua bersponsor Gadjah Mada Shuttlecock di Jalan Wahidin Sudirohusodo dan terakhir bersponsor Sinar Mutiara Shuttlecock di Perempatan Kejambon.
Berawal dari pabrik itulah berkembang beberapa industri sejenis dalam skala rumahan atau pengrajin.
Bahkan ada perkampungan yang kemudian menjadi sentra pengrajin shuttlecock seperti sentra pengrajin di Desa Lawatan, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal.
Namun sayangnya saat ini kejayaan industri shuttlecock atau kok di wilayah Tegal sudah melewati masa keemasannya. Akan tetapi masih ada beberapa industri shuttlecock yang masih bertahan hingga saat ini.
Tapi banyak masyarakat yang tidak mengetahui alasan berdirinya tiga tugu shuttlecock di Tegal tersebut.
Menurut Sejarawan Pantura, Wijanarto mengatakan kalau tugu itu menjadi penanda bahwa industri shuttlecock pernah berjaya di Tegal. Dan keberadaannya sejak lama dari tahun 1990an.
Karena saat itu, industri shuttlecock juga memainkan peran penting dalam mengembangkan industrialisasi selain teh dan logam.
“Sebetulnya ini menjadi sebuah jejak historis. Bahwa industri shuttlecock di Tegal pernah berjaya. Sampai sekarang pun masih ada, tetapi tidak seperti dulu,” ujar Wijanarto.
Kemudian menurut Wijanarto, hal menarik dari masa jayanya industri shuttlecock di Tegal menciptakan ekonomi bagi masyarakat sekitar pabrik. Banyak masyarakat yang menikmati jayanya industri tersebut.
Ia mencontohkan, seperti masyarakat di sekitar pabrik Garuda Shuttlecock yang rumahnya dekat bengkel kapal. Pada saat itu, mereka rata-rata membuat selongsong shuttlecock untuk kemudian dijual ke pabrik.
“Sejak ada kemunduran, rumah-rumah pembuat selongsong itu kemudian hilang. Padahal itu menarik.”
Lebih lanjut, menurut Wijanarto pada saat kejayaan industri shuttlecock di Tegal, sempat meningkatkan antusiasme masyarakat dalam menggeluti olahraga Badminton.
Terutama bagi masyarakat yang merupakan peranakan Tionghoa. Bahkan ternyata dulunya di Tegal ada juga pendidikan atlit badminton yang berlokasi di Banjaran, Kabupaten Tegal.
“Olahraga badminton sejak dulu sudah banyak digemari oleh masyarakat Tegal. Terutama banyak diikuti oleh anak-anak peranakan Tionghoa,” katanya.
Bagi warga Tegal mesti bangga karena ada atlet badminton asal Tegal yang sudah terkenal yakni Simon Santoso dan Hariamanto Kartono.
Demikian pembahasan mengenai tiga tugu shuttlecock di Tegal. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan.






