Tegal, diswaypekalongan.id – Kalau kamu sedang singgah ke Alun-alun Kota Tegal pastinya akan melewati Pasar Alun-alun Tegal yang ramai dipadati oleh kios-kios para pedagang.
Tapi tahukah kamu kalau keberadaan Pasar Alun-alun Tegal sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram. Bahkan dulunya disitu bukan pasar melainkan sebuah lapangan dengan rumput hijau.
Nah untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan mengenai Pasar Alun-alun Tegal yang ada di Desa Panggung, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal mari kita simak pembahasannya di dalam artikel ini.
Dengan begitu kamu akan mendapatkan informasi wawasan baru mengenai sejarah perkembangan Pasar Alun-alun Tegal dari dulu hingga sekarang. Yuk simak hingga selesai.
Pasar Alun-alun Berdiri Sejak Zaman Kerajaan Mataram
Sejarah perkembangan pasar alun-alun Tegal konon berdiri sejak masa Kerajaan Mataram, pasar alun-alun Tegal memiliki hubungan erat yang berkaitan dengan tatanan pemerintahan dan perkembangan sosial di Tegal.
Sejarah perkembangan alun-alun Tegal berawal dari pemerintahan Kota Tegal yang mulai terbentuk pada masa Kerajaan Mataram, dengan Keraton Kaloran sebagai pusat perlawanan rakyat Tegal terhadap pemerintahan Hindia Belanda.
Kraton ini berdiri di wilayah Mangkukusuman dan menjadi tempat pelantikan Adipati Anom yang kemudian menjabat sebagai Raja Mataram dengan gelar Amangkurat II.
Pasar Alun-alun Tegal Dulunya Sebuah Lapangan Hijau
Perkembangan zaman kerap kali melenyapkan kebutuhan ruang publik. Pemanfaatan ruang publik yang seharusnya untuk rekreasi masyarakat, namun demi kemajuan zaman tempat-tempat bermain untuk beraktifitas masyarakat terabaikan.
Lahan-lahan kemudiaan dirombak total berubah menjadi wahana bisnis atau kios-kios untuk berjualan. Sampai di sinilah masyarakat terpaksa gigit jari kehilangan ruang publik.
Salah satu contoh adalah di area di Jalan Tentara Pelajar yang terletak di selatan Taman Pancasila. Di situlah bertengger Pasar Alun-alun Tegal.
Dulunya sebelum dijadikan Pasar Alun-alun Tegal adalah lapangan dengan hijau rumputan. Lapangan tersebut cukup teduh lantaran dikelilingi pohon-pohon asam.
Di pucuk-pucuk pohon itu jika sore hari menjelang rembang petang banyak burung blekok bertengger. Terdengar suara-suara anak burung riuh bercicit-cicit di sarang mereka, melihat kehadiran induk mereka pulang dari pengembaraan usai mencari makan di ladang-ladang petani.
Saat pagi hari menjelang, induk burung-burung blekok berterbangan ke luar dari sarang mereka dengan diiringi suara anak-anak mereka. Konser suara anak-anak blekok di sana betapa menyenangkan saling bersahutan.
Kini suara-suara itu tidak lagi menyambut pagi dan mendayu saat anak-anak blekok bersuka ria kehadiran para induk mereka. Semuanya hilang, dan yang terdengar hanya suara kendaraan roda dua yang melintas di sana.
Hal yang sama, anak-anak sekolah yang berolahraga di sana tak akan pernah dijumpai. Bila senja hari anak-anak kampung pun, tidak punya wahana bebas untuk bermain sepak bola, dan berlarian.
Bakul dawet dan es gosrok yang biasanya mangkal di lapangan itu – biasa disebut Lapangan PJKA – tak dijumpai pula. Sekarang, ruang publik Lapangan PJKA telah dipetak-petak sebagai tempat jualan.
Dalam beberapa tahun terakhir, alun-alun Tegal mengalami beberapa perubahan yang signifikan. Salah satunya adalah penggantian bangunan Bank Afdeelings dengan bangunan modern Bank BRI.
Meski mengalami modernisasi, Pasar alun-alun Tegal tetap mempertahankan filosofi dan makna sejarahnya sebagai landmark kota.
Selain Alun-alun Tegal, Pasar Alun-alun Tegal juga menjadi tempat tujuan wisatawan dari luar kota yang ingin mencicipi beberapa kuliner khas Tegal maupun membeli kebutuhan dan yang ingin merasakan nuansa pasar tradisional yang kaya akan budaya dan sejarah.
Demikian pembahasan mengenai awal mula adanya Pasar Alun-alun Tegal dan mengalami beberapa perubahan. Semoga bermanfaat.