Brebes  

6 Fakta Menarik Kampung Adat Jalawastu Brebes, Salah Satunya Rumah Warganya Dilarang pakai Semen dan Keramik

Keunikan rumah di Kampung Adat Jalawastu
Keunikan rumah di Kampung Adat Jalawastu

Brebes, diswaypekalongan.id – Kampung Adat Jalawastu adalah sebuah wilayah yang ada di lereng Gunung Kumbang, tepatnya di Desa Ciseureuh, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes. Meski berada di Provinsi Jawa Tengah, masyarakat Kampung Adat Jalawastu adalah bagian dari Kerajaan Sunda yang hingga kini masih memegang teguh tradisi leluhurnya.

Menariknya di Kampung Adat Jalawastu rumah warga seluruhnya menggunakan dinding papan dan beratapkan seng. Jadi disana ada larangan rumah berbahan semen, keramik atau genteng.

Masyarakat di Kampung Adat Jalawastu meyakini membangun rumah tanpa menggunakan semen dan keramik bisa mencegah terjadinya bencana longsor.

Mengingat, desa tersebut terletak di perbukitan bernama gunung kumbang. Alasan lainnya terkait dengan letak geografis Dukuh Jalawastu, yang jauh dari peradaban.

Lalu apa saja sih yang menarik dan unik yang ada di Kampung Adat Jalawastu ini? Berikut ini penjelasan selengkapnya. Simak hingga selesai.

  1. 1. Menggunakan Bahasa Sunda

Kampung Adat Jalawastu lokasinya berbatasan langsung dengan Jawa Barat dan warganya menggunakan Bahasa Sunda dalam berkomunikasi sehari-hari.

Penggunaan logat dan kata-kata yang digunakan mirip dengan masyarakat suku Baduy di Banten. Walau begitu sudah banyak kata-kata serapan dari bahasa Jawa Brebesan yang digunakan dalam kesehariannya.

Hal ini cukup unik karena kebanyakan masyarakat di kampung ini berasal dari Etnis Jawa.

  1. Rumah Dilarang Pakai Semen

Masyarakat Kampung Adat Jalawastu dilarang membangun rumah menggunakan atap dari genteng, tembok dari batu-bata dan semen.

Hal ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kelestarian alam dan mencegah longsor.

Mengingat, desa tersebut terletak di perbukitan bernama gunung kumbang.

Alasan lainnya terkait dengan letak geografis Dukuh Jalawastu, yang jauh dari peradaban.

Lalu, bentuk dari bangunan rumahnya tidak diperbolehkan berbentuk limas melainkan hanya berbentuk lurus.

  1. Pantangan Memelihara Ternak
Baca Juga:  Keren! Dalam Peringatan Hardiknas 2025, Brebes Pecahkan Rekor Muri Lewat Senam Sehat Sate Blengong

Masyarakat Kampung Adat Jalawastu juga memiliki pantangan unik yakni dilarang memelihara hewan ternak seperti kambing, kerbau, bebek, angsa, ikan mas, dan kambing gimbal.

Selain itu juga dilarang menanam kacang tanah, kedelai, kacang hitam, bawang merah, dan buncis serta kacang panjang, mementaskan wayang golek, dan memukul gong. Semua larangan itu harus dipatuhi oleh warga Kampung Jalawastu dan pengunjung yang datang ke Kampung Jalawastu. Larangan itu berhubungan dengan sistem religi masyarakat setempat.

Masyarakat meyakini jika hal itu dilakukan maka bertentangan dengan keyakinan dari nenek moyang mereka.

  1. Memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan

Warga Kampung Adat Jalawastu yang secara adat budayanya mirip dengan masyarakat suku Baduy juga memeluk kepercayaan Sunda Wiwitan.

Meskipun ajaran agama Islam sudah masuk ke kampung Jalawastu, namun adat budaya dari kepercayaan Sunda Wiwitan masih dilakukan. Hal ini membuktikan bahwa keyakinan ajaran Sunda Wiwitan masih memiliki pengaruh kuat dan terus dilestarikan.

  1. Upacara Adat Ngasa

Di Kampung Adat Jalawastu memiliki ritual khusus yang dilakukan tiap tahun, yaitu Upacara Adat Ngasa. Upacara Ngasa memiliki makna sebagai perwujudan rasa syukur kepada Batara Windu Buana yang dianggap sebagai pencipta alam.

Batara memiliki ajudan bernama Burian Panutus. Konon, semasa hidupnya dia tidak makan nasi dan lauk pauk yang bernyawa. Ritual upacara Ngasa mulai dilaksanakan dari kaki Gunung Kumbang dan Gunung Sagara pada senin malam. Dilanjut sehari setelahnya dengan doa dan makan bersama.

  1. Tradisi Perang Centong

Terdapat sebuah kisah menarik yang tercatat dalam sejarah Kampung Adat Jalawastu terutama berkaitan dengan penyebaran agama Islam. Di mana terjadi perang centong antara dua saudara yakni Gandasari dan Gandawangi.

Perangkat dapur seperti centong, kipas, kendi, kukusan nasi menjadi pirantinya.

Baca Juga:  DPD KNPI Kabupaten Brebes Resmi Dilantik, Bupati Paramitha: Harapannya Aktif Mendukung Pembangunan dan Mewujudkan Lebih Baik

Gandasari tidak bersedia menerima agama Islam sedangkan Gandawangi bersedia mengikuti agama Islam. Untuk memutuskan apakah masyarakat Jalawastu akan memeluk agama Islam atau tidak, dilakukan adu kesaktian di antara kedua bersaudara tersebut, siapa yang kalah harus keluar dari Jalawastu.

Konon katanya, mereka memperebutkan kendi berisi telur sebagai simbol cahaya atau dalam bahasa arab “nur”. Kendi telur tersebut bermakna cahaya Islam yang ditawarkan Gandawangi kepada saudaranya Gandasari.

Pada akhirnya perang itu dimenangkan oleh Gandawangi dan sesuai kesepakatan Gandasari dan pengikutnya harus keluar dari desa tersebut karena tidak mau menerima agama Islam. Mereka pergi menuju kanekes yang sekarang menjadi kampung adat baduy di Jawa Barat.

Sebelum Gandasari pergi, ia berpesan walaupun agama Islam masuk ke Desa Jalawatu tapi tetap harus mempertahankan tradisi dan budaya nenek moyang mereka. Hal itu menjadi sebab Gendawangi dan pengikutnya di Desa Jalawastu memeluk agama Islam dengan tetap mempertahankan tradisi mereka.

Nah itu dia fakta menarik yang ada di Kampung Adat Jalawastu di Brebes. Semoga bermanfaat.