Brebes, diswaypekalongan.id – Linggapura adalah salah satu kelurahan/desa di Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Sejarah Desa Linggapura memiliki sejarah panjang yang menarik untuk kita bahas.
Sejarah Desa Linggapura ada kaitannya dengan masa perang dan perjuangan melawan penjajahan Belanda. Desa ini berawal abad ke 19 sejak zaman Perang Diponegoro.
Lalu bagaimana sejarah Desa Linggapura? Dikutip dari laman Facebook @linggapura tonjong, berikut ini kami akan menjelaskan selengkapnya. Simak artikel ini hingga selesai.
Sejarah Desa Linggapura
Dikutip dari laman linggapura.id, Sejarah Desa Linggapura dari sejak berakhirnya Perang Pangeran Diponegoro (tahun 1825 – 1830) para punggawa dan ulama di wilayah Magelang dikejar terus oleh tentara Belanda, diantaranya adalah Kyai H. Toyib, Kyai Iskak (Keponakan KH. Thoyib) dan Mbah Nur (adiknya KH. Thoyib).
Mereka lari ke barat sampai ke daerah Banyumas dan di Banyumas tidak bisa mendapatkan sebuah ketenangan, akhirnya mengambil keputusan untuk lari ke utara lewat daerah Purbalingga dan mampir di daerah Kranggan.
Mereka sebentar menetap tetapi meninggalkan salah seorang keponakan (Kyai Iskak), menetap di daerah tersebut dan mendirikan pondok dan menetap sampai beranak pinak, diantaranya keturunanya adalah Kyai Haji Hanafi.
Untuk Kyai Thoyib dan Mbah Nur melanjutkan perjalanan ke utara sampai di daerah Pesanggrahan Kecamatan Paguyangan di sana sampai mendapatkan keturunan dan diantaranya ada yang hidup di Jati Sawit Bumiayu.
Akan tetapi Kyai Thoyib dan Mbah Nur tetap melanjutkan perjalanan ke utara dan berhentilah di suatu tempat ialah masih hutan (sekarang Komplek Masjid Fadlulloh Linggapura) dan di wilayah ini belum ada rumah, tetapi ada satu rumah di sebelah barat jalan raya (sekarang komplek SMP Muhammadiyah Linggapura)
Kyai Thoyib dan Mbah Nur datang di wilayah ini diperkirakan kurang lebih tahun 1934 untuk Kyai Thoyib menetap di wilayah ini dan belum dinamai desa, dan sementara Mbah Nur adiknya Kyai Thoyib melanjutkan ke utara yaitu ke daerah Moga Pemalang di bantaran sungai Moga beliau membuat sebuah pondok Walang Songo.
Sedangkan Kyai Toyib menetap di desa ini (Linggapura) yang akhirnya mendapat santri dan berkembang pesat karena perkembangan informati tentang kepandaian Kyai Thoyib dari wilayah sekitar (sekarang di wilayah kecamatan Tonjong).
Dari sisi lain sementara pada tahun kurang lebih tahun 1834 ada seorang bernama H. Mustafa datang dari utara (Tegal).
Ia mendapat tekanan dari VOC masuk sistem kerja rodinya, beliau melarikan diri ke selatan dan berhentilah di suatu wilayah (sekarang Linggapura) dan bertemulah dengan Kyai Thoyib.
Dari pertemuan mereka berdua mengambil langkah untuk memberi nama Desa Linggapura yang artinya pintu gerbang pertemuan dua orang tokoh (Kyai H. Thoyib dan Kyai Haji Mustofa), hanya sebatas tempat pertemuan di antara mereka berdua dan banyak diikuti warga dan santrinya.
Sementara pada proses keperluan pembinaan pada santri di wilayah ini (sekarang Masjid Fadlulloh) dibagi menjadi dua, pertama wilayah Kyai Thoyib dari Masjid ke Timur, dan kedua adalah wilayah Kyai Haji Mustofa dari Masjid ke Barat.
Mereka berdua mengembangkan ajaran Islam di desa ini dan maju pesat. Keduanya mempunyai keturunan dan sekarang masih hidup di Linggapura.
Kyai H. Thoyib beristrikan Nyai Supinah (dari Banyumas) dan hanya mempunyai satu anak bernama Murtadlo, Murtadlo dikaruniai 4 anak, sedangkan Kyai Mustofa mempunyai 3 anak dan 11 cucu.
Mayoritas Mata Pencaharian
Mayoritas mata pencaharian Desa Linggapura, Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes yaitu petani, pedagang, wiraswasta dan lain sebagainya.
Demikian pembahasan mengenai sejarah Desa Linggapura. Semoga bermanfaat dan mohon maaf jika ada kekeliruan.