Kajen, diswaypekalongan.id – Kalau cerita sejarah berdirinya sebuah desa di suatu daerah sungguh sangat menarik. Salah satunya seperti sejarah Desa Karangdowo.
Desa Karangdowo merupakan salah satu desa di Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Sejarah Desa Karangdowo terdapat kisah dua kakak beradik dari Jawa Timur.
Seperti apa sejarah Desa Karangdowo yang memiliki Brug Plengkung sebagai ikonnya. Mari kita telusuri selanjutnya di dalam artikel ini.
Sejarah Desa Karangdowo yang kami rangkum berdasarkan cerita tutur tetua masyarakat setempat. Berikut penjelasan selengkapnya.
Sejarah Desa Karangdowo
Menurut cerita tutur tetua masyarakat, sejarah Desa Karangdowo berasal dari datangnya dua orang perantau kakak beradik dari Jawa Timur, tepatnya dari Surabaya.
Beliau bernama Tumenggung Kobar dan sang adik bernama Ki Ageng Cingkring. Keduanya beragama Budha Geni.
Setelah mengembara ke sana kemari, mereka mencari daerah yang dianggap cocok untuk bertempat tinggal.
Dari situlah mereka menemukan sebuah daerah di tepian sebuah sungai dan di tempat itu juga terhampar sebuah karang yang memanjang di sepanjang sungai sehingga Tumenggung Kobar dan Ki Ageng Cingkring menamakan daerah tersebut Karangdowo. “Karang” berarti tanah atau pekarangan, sedangkan “dowo” berarti panjang.
Tumenggung Kobar memiliki seorang anak laki-laki bernama Wongsopati. Wongsopati menganut agama Islam yang selanjutnya menjadi sesepuh di Desa Karangdowo.
Tahun demi tahun, karena lanjut usia akhirnya Tumenggung Kobar meninggal dunia. Sebelum meninggal beliau berpesan agar jenazahnya dibakar.
Akhirnya, sesuai pesan beliau dibakarlah jenazahnya. Pada saat pembakaran jenazah Tumenggung Kobar muncullah suatu keajaiban.
Jenazah Tumenggung Kobar terangkat ke atas bersama asap yang membumbung tinggi ke angkasa seraya berpesan “Wahai anak cucu saya jangan ikuti kepercayaan saya, ikutlah kepercayaan Wongsopati dan bila ingin menemui saya datanglah ke Sigeseng”.
Sigeseng merupakan suatu tempat yang berada di tepi pantai daerah Comal, Kabupaten Pemalang.
Memiliki Ikonik Brug Lengkung
Dikutip dari laman Instagram@pekalonganinfo, Brug Lengkung menjadi simbol ikonik Desa Karangdowo, Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan. Jembatan sepanjang 40 meter dan lebar 3 meter ini tetap indah dilihat dari berbagai sudut pandang.
Keunikan dari Brug Lengkung adalah bentuk bangunannya yang melengkung (menyerupai gunung).
Jembatan ini merupakan salah satu peninggalan penjajahan Belanda yang dibangun oleh tenaga-tenaga manusia yang diambil paksa dari warga Desa Lolong, sekitar tahun 1912.
Meskipun usianya sudah lebih dari 1 abad, tapi nyatanya jembatan yang dibangun oleh Belanda ini masih berdiri kokoh hingga saat ini.
Pada zaman dahulu, Brug Plengkung dibangun dan difungsikan sebagai sarana untuk irigasi pada zaman pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Saluran irigasi ini mengairi sawah-sawah di Kecamatan Tirto dari Bendungan Pesantren Kletak, Wonopringgo dan bermuara ke utara.
Brug Plengkung ini menjadi salah satu spot menarik bagi yang suka menelusuri jejak sejarah maupun yang sekedar ingin datang menikmati pesona alamnya.
Bangunan ini memiliki nilai sejarah yang tinggi tapi sayangnya pemerintah Kabupaten Pekalongan belum menjadikan bangunan ini sebagai warisan budaya sehingga bangun ini nampak tidak terawat.
Mayoritas Mata Pencaharian
Desa Karangdowo berbatasan langsung dengan kecamatan wonopringgo (sebelah selatan), desa bugangan sebelah barat, desa tangkil sebelah utara, desa paesan sebelah timur.
Mayoritas penduduk berpenghasilan dari bekerja menjadi buruh serabutan, buruh jahit, buruh tani dan usaha konveksian.
Di Desa Karangdowo luas wilayahnya sendiri didominasi oleh luas persawahan.
Itulah ulasan sejarah Desa Karangdowo di Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan. Semoga bermanfaat.